Sejarah Kelurahan


SEJARAH KELURAHAN

  1. Legenda Kelurahan Kebokura

Konon menurut Salibul Hikayat, ada Bangsawan Majapahit bernama Syeh Baribin. Kebetulan dia telah memeluk Agama Islam, untuk memperdalam ilmunya ia pergi kearah barat dengan kawalan beberapa orang. Akhirnya Syeh Baribin dan rombongan tiba disebuah Desa yaitu Desa Kurang Putut Wilayah Kabupaten Cilacap, karena dia seorang bangsawan maka semua warga menghormatinya. Karena terlalu jauh melakukan perjalanan beliau kelelahan, maka jatuh sakitlah dia dan akhirnya meninggal. Tetapi pada saat wawatnya Syeh Baribin terjadilah suatu keajaiban, tiba-tiba di Lokasi tersebut tercium bau yang sangat harum. Semua orang heran dan mencari darimana asal sumber bau harum tersebut, setelah sekian waktu dicari ternyata bau harum tersebut bersumber dari jenazah Syeh Baribin.

Setelah mereka mengetahui bahwa bau harum itu berasal dari jenazah Syeh Baribin mereka bersamaan berteriak keras, mayit gondo arum berulang-ulang kali, maka syeh Baribin lebih dikenal dengan sebutan mayit gondo arum. Pada jaman itu masih banyak orang yang percaya mistik, mereka percaya karena Syeh Baribin adalah seorang bangsawan dan juga sakti maka mereka berkepercayaan bila dapat memulasara dan mengubur jenazah Syeh Baribin dengan baik, maka kesaktian orang tersebut akan bertambah, juga keturunannya nanti akan menjadi orang terhormat. Pada saat itu jamannya orang-orang sakti dan percaya adanya mistik, maka adanya mayit gondo arum ini menjadi berita yang sangat heboh, setiap orang berlomba dan berebut ingin memulasara dan mengubur jenazah Syeh Baribin. Saking hebohnya dan gencarnya berita mayit gondo arum tersebut hingga sampai juga berita tersebut ke Sedayu Daerah Brebes. Lurah Sedayu kebetulan adik dari Lurah Karangputat, mendengar kabar tersebut Lurah Sedayu juga ingin ikut memperebutkannya. Menyadari situasi yang semakin menghawatirkan, maka Lurah Karangputat segera berinisiatif, mayit tersebut dibawa lari oleh Lurah Karangputat dengan maksud akan dimakamkan.

Dengan banyak pengawalan termasuk pengawal dari majapait larilah ia menuju arah timur dan belok utara. Pada saat itu jalan yang dilalui masih hutan belantara. Suatu saat tiba ditempat yang tumbuh sebuah pohon bunga kantil, dicabang pohon tersebut ada ular besar yang ekornya melilit cabang pohon, kepala menjulur kebawah seolah akan memangsa siapa saja yang melintas dibawahnya. Namun karena rombongan yang lewat adalah kelompok orang sakti, maka ular tersebut dengan mudah dapat diusir. Untuk mengenang kejadian tersebut, mereka sepakat bila tempat tersebut apabila nantinya menjadi Daerah Pedesaan, maka akandinamai Desa Kuntili, diambil dari bahasa jawa yang maksudnya adalah melilit itu sama dengan until.

Dalam keadaan buru-buru, mayit tersebut dibawa lari ke utara belok ke barat, disitu melintasi hutan tetapi hutan tersebut tidak luas (pendek) maka Desa tersebut dinamai Desa Pandak. Keluar dari Pandak rombongan melanjutkan perjalanan namun didepannya ada sebuah rawa yang luas, namun rombongan tetap menyebrangi rawa tersebut, ditengah rawa banyak tumbuh pohon dadap maka rawa tersebut dinamai Rawa Dadap. Lari kebarat masih menemui rawa yang luas dan mereka melihat banyak orang mencari ikan dengan alat seser, maka daerah tersebut dinamai Rawa Seser.

Rombongan berjalan ke utara karena utara merupakan pegunungan dan hutan belantara sehingga dianggap jalan buntu, maka rombongan menamai tempat tersebut Desa Buntu. Rombongan melanjutkan ke Timur mereka melihat ada beberapa rumah menyadari bahwa mayit belum dipulasara (dikafani) maka rombongan meminta bantuan ke warga setempat meminta kain untuk menutup jenazah, kebetulan yang diberikan oleh warga adalah kain perempuan bermotif barong, karena itu tempat tersebut dinamai Desa Kebarongan.

Rombongan terus melaju kearah timur di daerah tersebut masih wilayah hutan ditengah hutan itulah ada beberapa orang dari rombongan yang melihat bayangan yang melintas ditengah hutan, bayangan tersebut menggambarkan seekor ular besar melintang maka Desa tersebut dinamai Desa Alasmalang. Rombongan berjalan ketimur dan beristirahat pada suatu tempat tepatnya dipinggir kali kebetulan dipinggir kali tersebut ada rumpun bamboo, salah seorang dari rombongan menebang pohon bamboo untuk dibuat keranda, mereka bermusyawarah untuk menamai kali tersebut dengan Kedungpring.

Berjalan ketimur terus rombongan menemui tanah yang sedikit terbuka mereka berfikir ditempat itulah tempat yang cocok untuk mengubur Syeh Baribin, dan akhirnya dikubur ditempat tersebut. Pada saat memakamkan syeh Baribin mereka melihat sepintas ada babi hutan yang sedang bertarung, maka makam tersebut dinamai makam Marahayuda (Waraha = Celeng, Cayuda = Perang) tapi ada juga yang member nama Margayuda (sebab perang). Rombongan beristirahat pada saat mereka istirahat antara sadar dan tidak, sepanjang mata melihat yang terlihat kura-kura maka desa tersebut dinamai Kebak kura (Kebokura).

Lurah Sedayu tetap mengejar dia tahu bahwa jenazah Syeh Baribin telah dikubur oleh kakaknya ditempat tersebut tetapi disebelah makam ada sebuah kali, maka Lurah Sedayu masuk kekali tujuannya untuk mencari akal bagaimana cara aman mengambil jenazah Syeh Baribin. Maka ia membuat lubang dibawah tanah (urung/Gangsir) menuju kearah makam. Lurah Sedayu berhasil mengambil jenazah dan dibawa lari kearah utara lewat sebelah kali menyeberang ke timur dan dia istirahat disuatu tempat Nggolso/ndeprok, mau meneruskan perjalanan dia merekayasa membuat suatu kuburan untuk mengelabuhi pihak lain, maka kuburan tersebut dinamai Depok.

Lurah Karang Putat tahu kalau adiknya telah mencuri jenazah Syeh Baribin maka dikejarlah. Saking cape Lurah Sedayu sudah tidak kuat lagi membawa mayat karena saking beratnya maka ia letakan mayat ditanah, tapi alangkah aneh, Lurah Sedayu masih merasa berat bebannya walaupun jenazah Syeh Baribin sudah tidak ada dipanggulannya. Kejadian tersebut tepat dibawah pohon Waru, maka makam tersebut dinamai makam Kewaru atau Siwaru. Terkejarlah Lurah Sedayu oleh Lurah Karangputat mereka saling cecok akhirnya bertarung dan adu kesaktian, mereka berdua akhirnya mati bareng dimana tempat kematiannya diberinama Desa Sampyuh (Sumpyuh).

  1. Sejarah Pembangunan Desa.

Sejak jaman penjajahanBelanda dalam perjalanan sejarah Kelurahan Kebokura sudah ada kepemimpinan di Desa yaitu Lurah (dulu belum Kepala Desa) dalam kurun waktu Tahun 1920-an sampai dengan Tahun 1946 tercatat beberapa nama Lurah diantaranya yang dikenal adalah Lurah Bapak SAPIR dengan pola Kepemimpinannya yang masih kental dengan feodalisme.

Pada waktu sekitar Tahun 1947 kedudukan Lurah/Kepala Desa dijabat oleh Bapak H. MISNGAD ABDUL GANI samapai Tahun 1986. Pada periode ini Pemerintah Desa telah berjalan walaupun masih bersifat seadanya namun telah terbagi-bagi wilayah menjadi grumbul/Dusun yang dipimpin oleh Bau yang dibantu oleh Polisi Kopak dan juga telah terbentuk RT (Rukun Tetangga) dan RK (Rukun Kampung). Pada Kepemimpinan Bapak HAJI MISNGAD inilah Desa Kebokura berubah status pemerintahannya dari Desa menjadi Kelurahan.

Tahun 1986 sampai dengan Tahun 1990 dipimpin oleh Lurah Bapak SUTARNO, SH Tahun 1990 sampai dengan Tahun 1993 tidak ada kepemimpinan sehingga dijabat oleh Seklur yakni Bapak SAMSURI yang diangkat sebagai PLT Lurah. Pada Tahun 1993 kepemimpinan dijabat oleh Bapak WASAN hingga Tahun 1999, pada Tahun 1999 Lurah dijabat oleh Bapak SUBHAN yang merupakan alumni APDN hingga Tahun 2001. Pada Dekade Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2004 terjadilah kefakuman kepemimpinan sehingga ditunjuk Kepala Lingkungan (Kaling) Kelurahan Kebokura yaitu Bapak DWI IRAWAN SUKMA yang merupakan alumni STPDN untuk menjadi PLT Lurah.

Pada Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 Kelurahan Kebokura dipimpin oleh seorang wanita yaitu Dra. ASIH HERAWATI, MM, pada saat kepemimpinannyalah tepatnya Tahun 2007 program PNPM-MPd (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan) mulai masuk di Kelurahan Kebokura. Tahun 2008 Kelurahan Kebokura dipimpin oleh Bapak TUGINO, SH, dibawah kepemimpinannya telah berhasil membangun fisik dan non fisik. Kepemimpinan Bapak TUGINO, SH berakhir tanggal 3 Januari 2014 yang digantikan oleh Bapak SUDIYANTO, S.Sos pindahan dari Kasi Permas Kecamatan Tambak.

Demikian sejarah pembangunan Kelurahan Kebokura sampai dengan Tahun 2013 ini dengan harapan tersusunan RPJM ini adalah merangkum perencanaan pembangunan di Kelurahan Kebokura 5 (lima) Tahun kedepan.  Dokumen RPJM Kelurahan Kebokura akan mendorong perkembangan pembangunan baik fisik mapun non fisik secara teratur dan maksimal sesuai dengan harapan masyarakat yang mendambakan adil dan makmur.